SEMARANG, KOMPAS.com - Pakar pendidikan Universitas Negeri Semarang Doktor
Nugroho menilai sisi positif yang selama ini dikembangkan rintisan sekolah bertaraf
internasional (RSBI) harus terus dilanjutkan.
"Meski RSBI
sudah ’almarhum’
dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), sisi positif yang
ada di RSBI harus dilanjutkan. Kan tidak semua yang ada di RSBI jelek,"
kata Nugroho di Semarang, Selasa (8/1/2013).
Hal itu
diungkapkannya menanggapi keputusan MK yang membatalkan Pasal 50 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
mengatur penyelenggaraan RSBI dan sekolah bertaraf internasional.
Menurut dia, banyak
aspek-aspek positif yang selama ini dikembangkan RSBI, terutama menyangkut
manajemen tata kelola, budaya mutu, dan kedisplinan yang berkontribusi baik
untuk penyelenggaraan pembelajaran.
Di sisi lain, dia
mengakui memang ada sisi negatif keberadaan RSBI, di antaranya potensi
liberalisme pendidikan dengan memberi kebebasan RSBI menarik pungutan pada
orang tua siswa, berbeda dengan sekolah non-RSBI.
Ia mengungkapkan
keberadaan RSBI bisa menimbulkan disparitas yang sangat mencolok antara siswa
dari keluarga mampu dan tidak mampu sebab yang kemudian mengenyam pendidikan
RSBI dari kalangan berada.
"Memang ada
ketentuan RSBI harus menyediakan kuota 20 persen bagi siswa tidak mampu.
Persoalannya, apakah kemudian siswa tidak mampu mau bersekolah di RSBI? Pasti
ada beban secara psikologis," katanya.
Kenyataannya, kata
dia, kuota 20 persen yang disediakan RSBI bagi siswa kurang mampu selama ini
tak pernah terpenuhi sebab anak dari keluarga tidak mampu secara psikologis
akan berpikir ulang untuk masuk ke RSBI.
"Kalau
terus-menerus seperti itu, pendidikan bermutu hanya bisa diakses kalangan
mampu, hanya orang mampu yang terus menjadi kaum juragan, pengusaha. Anak tidak
mampu hanya menempati posisi kelas buruh," katanya.
Meski demikian, dia
mengatakan tetap ada sisi baik RSBI, misalnya, budaya mutu guru dalam
pembelajaran yang lebih aktif mengoreksi, memberi komentar, mengembalikan hasil
pekerjaan siswa yang selama ini ada di RSBI.
Program sister
school di RSBI berupa jaringan kerja sama dengan sekolah di negara-negara
maju, kata dia, juga harus terus dikembangkan meski RSBI sudah tidak ada,
mengingat pentingnya untuk memajukan mutu pendidikan.
"Ini tidak ada
kaitannya dengan uang. Sekarang pengembangan kedispilinan, apa butuh uang?
Bahkan, program sister school pun bisa dikelola dengan pendanaan
terbatas, yakni memanfaatkan kemajuan teknologi," katanya.
Program "sister
school" bisa dijalankan tanpa harus berkunjung ke sekolah maju di luar
negeri, kata Nugroho, cukup dengan memanfaatkan teknologi komunikasi untuk
berhubungan, seperti lewat surat elektronik atau teleconference.
Sementara itu, Kepala
Dinas Pendidikan Kota Semarang Bunyamin mengaku masih menunggu instruksi lebih
lanjut dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas keputusan MK yang
membatalkan penyelenggaraan RSBI.
"Keputusan MK
ini kan bukan hanya menyangkut RSBI di Kota Semarang, tetapi secara nasional.
Kami masih menunggu langkah dari Kemendikbud. Selama ini, pengelolaan RSBI
memang pada pemerintah kabupaten/kota," kata Bunyamin.
Sumber :
Editor :
Benny
N Joewono
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan disini, tapi hindari spam ya...
Pastikan URL Anda tidak broken sebab penulis akan selalu mengunjungi Anda.
Terima kasih atas saran dan kritik Anda